Pada tahun 2025, teknologi deepfake menunjukkan lonjakan kemajuan yang luar biasa dan mulai menjadi momok serius bagi dunia keuangan, terutama dalam sistem perbankan. Deepfake adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang mampu menghasilkan konten palsu seperti wajah, suara, atau ekspresi manusia dengan tingkat kemiripan yang sangat tinggi. Di tahun ini, penjahat siber menggunakan teknologi ini untuk meretas sistem keamanan dan memperdaya individu maupun institusi finansial.
Peningkatan signifikan terhadap penggunaan deepfake sebagai alat penipuan digital telah terjadi secara global. Di Indonesia, fenomena ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Laporan kasus penipuan dengan memanfaatkan teknologi deepfake meningkat secara drastis, menandai tren yang patut diwaspadai. Laporan keamanan siber menunjukkan peningkatan kasus sebesar 10 kali lipat sejak tahun sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa perbankan perlu mengadopsi strategi baru guna menghadapi risiko ini secara efektif.
Social Engineering dan Penyamaran Digital Semakin Canggih
Tahun 2025 menandai era baru dalam teknik social engineering. Penjahat digital tidak lagi hanya mengandalkan email palsu atau pesan singkat yang menipu. Pelaku kejahatan siber kini memiliki kemampuan untuk merekayasa video dan suara tiruan dengan tingkat realisme yang hampir tak terbantahkan. Konten tersebut digunakan untuk meniru wajah atau suara pejabat perbankan, anggota keluarga, hingga eksekutif perusahaan.
Manipulasi semacam ini sangat efektif karena membuat korban percaya bahwa mereka sedang berinteraksi dengan individu asli. Penipuan dapat terjadi dalam hitungan menit. Banyak kasus menunjukkan bahwa pelaku berhasil membujuk korban untuk memberikan informasi sensitif atau mentransfer dana secara sukarela.
Sebanyak 72% profesional di industri fintech di Indonesia menyatakan bahwa deepfake adalah risiko yang sangat serius di tahun 2025. Selain merugikan secara finansial, serangan ini juga berpotensi menghancurkan reputasi institusi keuangan yang menjadi target.
Jenis-Jenis Penipuan Deepfake yang Mengincar Sektor Perbankan
Dalam praktiknya, terdapat berbagai skema penipuan yang menggunakan teknologi deepfake secara strategis. Lima jenis serangan berikut menjadi ancaman terbesar pada tahun ini:
1. Penipuan Uang (Money Scamming)
Pelaku membuat rekaman palsu yang meniru suara atau wajah pejabat bank. Konten ini digunakan untuk menipu nasabah agar mentransfer dana ke rekening yang telah disiapkan. Modus ini menjadi yang paling umum dan sangat merugikan korban.
2. Pencurian Identitas (Identity Theft)
Dengan bantuan deepfake, penjahat siber mampu meniru wajah atau suara seseorang untuk melewati sistem keamanan biometrik. Mereka kemudian mengakses akun pribadi, mengajukan pinjaman, atau membuka rekening baru atas nama orang lain.
3. Penipuan Eksekutif (CEO Fraud)
Serangan ini menargetkan perusahaan. Pelaku menciptakan rekaman yang menyerupai perintah dari eksekutif tingkat atas. Karyawan yang menerima perintah tersebut biasanya langsung mengeksekusi tindakan seperti transfer dana atau pemberian akses ke data rahasia.
4. Ghost Fraud
Data dari orang yang telah meninggal digunakan untuk membuat identitas digital baru. Deepfake membantu pelaku menampilkan visual palsu sehingga proses verifikasi digital bisa dilewati dengan mudah.
5. Penipuan Pembukaan Rekening Baru (New Account Fraud)
Modus ini memanfaatkan konten palsu untuk meyakinkan staf bank atau sistem verifikasi digital agar menyetujui pembukaan rekening. Identitas palsu yang mereka gunakan kerap kali terlihat begitu autentik, hingga sulit dibedakan dari identitas asli yang sah.
Strategi Deteksi dan Pencegahan Deepfake di Tahun 2025
Untuk menghadapi ancaman yang semakin kompleks ini, lembaga perbankan wajib mengadopsi pendekatan teknologi yang lebih canggih dan terintegrasi. Beberapa langkah utama yang telah terbukti efektif pada tahun 2025 antara lain:
Algoritma Anti-Spoofing
Sistem ini dapat mendeteksi adanya upaya penipuan dengan media visual palsu, seperti foto digital, topeng 3D, atau rekaman deepfake. Algoritma ini berfungsi untuk mengenali tanda-tanda manipulasi digital sebelum proses verifikasi dilakukan.
Silent Liveness Detection
Verifikasi biometrik kini dilengkapi dengan teknologi silent liveness yang mampu membedakan antara individu nyata dan representasi palsu. Proses ini tidak mengganggu kenyamanan pengguna namun meningkatkan keamanan secara signifikan.
Pencocokan Data Biometrik Real-Time
Sistem perbankan modern melakukan pencocokan biometrik secara langsung terhadap data identitas resmi. Oleh karena itu, sistem verifikasi menjadi sangat krusial untuk memastikan bahwa individu yang mengakses layanan benar-benar telah melalui proses validasi identitas yang terpercaya.
Otentikasi Perangkat
Keamanan juga diperkuat melalui perangkat pengguna. Sistem akan mengenali perangkat yang biasa digunakan dan memberikan peringatan jika terjadi login dari perangkat yang berbeda. Langkah ini penting untuk mencegah pengambilalihan akun oleh pelaku dengan data palsu.
Sistem Identitas Digital: Solusi Efektif Hadapi Ancaman Deepfake
Pada tahun 2025, banyak institusi finansial mengandalkan sistem identitas digital untuk mengatasi risiko keamanan, khususnya yang berkaitan dengan deepfake. Tiga komponen utama sistem ini adalah:
1. Identity Proofing
Verifikasi identitas dilakukan melalui biometrik dan pengenalan kehadiran fisik pengguna secara otomatis. Hal ini mencegah pemalsuan data selama proses registrasi atau login.
2. Autentikasi Berlapis
Pengguna diminta untuk melewati beberapa tahap autentikasi, termasuk faktor kepemilikan seperti perangkat pribadi atau sidik jari. Ini mencegah akses ilegal meskipun data login diketahui pelaku.
3. Deteksi Penipuan Otomatis
Sistem memanfaatkan AI untuk mengidentifikasi perilaku mencurigakan. Penggunaan deepfake sebagai alat login akan segera dikenali dan diblokir secara otomatis sebelum menimbulkan kerugian.
